Cari Blog Ini

Jumat, 18 Februari 2011

TOKOH POLITIK: MOHAMAD NATSIR

Pada pemikiran Mohamad Natsir (selanjutnya disebut Natsir) tentang agama dalam hal ini agama Islam sebagai idiologi negara dan beberapa aspek pemikirannya yang mengundang kontroversi. Pemikiran politik yang dimaksud disini adalah upaya pencarian landasan intelektual bagi konsep negara atau pemerintahan sebagai faktor instrumental untuk memenuhi kepentingan dan kesejahteraan masyarakat, baik lahirian. Pemikiran politik Natsir dalam hal ini, merupakan ijtihad politik Natsir dalam rangka menemukan nilai-nilai islam dlam kontek sistem bernegara.
Biografi  Singkat Mohamad Natsir
Natsir adalah pribadi yang penuh pesona. Ia ibarat mata air yang takpernah kering meskipun kemarau datang berkepanjangan. Sejak ia muda, bersekolah di bandung danterlibat dalam berbagai polemik intelektual dibidang ke agamaan dan politik, ia selalu menjadi fokus perhatian orang.
Seorang tokoh yang menghasilkan pemikiran yang luar biasatentang Islam. Ia juga dengan sangat berani mengemukakan gagasannya yang sangat bertentangan dengan pemikiran lain salahsatunya adalah Presidan Soeharto.
Natsir lahir di minagkabau, Alahan Panjang, Sumatra Barat 17 juli 1908, dan wafat di Jakarta 5 Februari 1993. Ayangnya, Sutan Saripado adalah seorang pegawai pemerintahan disan, ibunya, Khadijah adalah ibu rumahtangga yang bijaksana dan kakeknya seorang ulama.
Ketika kecil, Natsir belajar di Holland Inlandse School (HIS) Solok serta di sekolah agama Islam yang dipimpin oleh para pengikut Haji Rasul. Tahun 1923-1927 Natsir mendapat beasiswa untuk sekolah di Meer Uitgebreid Lager onderwijs (MULO), dan kemudian melanjutkan ke Algemene Middelbare Schol (AMS) Bnadung hingga tamat pada tahun 1930. Di Bandung, Natsir berinteraksi dengan para aktivis pergerakan nasional antara lain Syafruddin Prawiranegara, Mohamad Roem dan Sutan Syahrir.
Ia diakui sebagai tokoh handal sebagai Pemikir, Intelektual, Pujangga, dan Negarawan. Ia tidak hanya terampil menuangkan ide dan gagasannya dalam bventuk tulisan, namun ia juga bertindak secara nyata. Buktinya selain pernah mengetahui Jong Islamiten Bond  (JIB)  Bnadung,  1928-1932, Natsir pernah pula aktif di Partai Islam Indonesia (PII) dan PARSIS. Di dunia pendidikan, Natsir sempat mendirikan Pendidikan Islam (pendis) di Bnadung, sebuah bentuk pendidikan Islam Modern yang bernafas agama. Di Pendis ini, Natsir menjadi direktur selama 10 tahun, sejak 1932.
Walaupun Natsir selalu menghendaki agama sebagai idiologi negara, akan tetapi ia berusaha menampilkan semangat ke Islamannya dengan wajah terbuka dan luwes. Ia adalah seorang politisi profesional diantara banyak pemikir.
Kiprah Natsir sebagai tokoh intelektual, politikus, pemimpin negara maupun tokoh dunia Islam yang terkemuka di abad ini takpernah selesai menjadi buah pembicaraan. Padahal dari segi asal usul dan fikisnya, Natsir hanyalah orang biasa, dengan tempramen yang lemah lembut, bicara penuh sopan santun, dan kadang-kadang gemar bercanda dengan siapa saja yang menjadi teman biacaranya.
Namun dibalik tempramennya yang lemah lembut dan mudah tersenyum itu, sosomk pribadi Natsir ialah ibarat batu karang yang kokoh ia termasuk seorang yang teguh memegang prinsip, walau dalam berhubungan dengan orang-orang lain, ia terkesan terbuka dan malahan cenderung kompromistik, sejauh kemungkinan kompromi-kompromi itu memang dapat di capai tampa mengorbankan prinsip-prinsip yang diyakininya
Selintas Pemikiran Politik Mohamad Natsir
Agama, menurut Natsir harus di jadikan pondasi dalam pendidikansuatu negara. Agama, bukanlah semata-mata suatu sistem peribadatan antara makhluk dengan tuhan yang Maha Esa. Islam itu adalah lebih dari sebuah sistem peribadatan. Ia adalah suatu kebudayaan peradaban yang lengkap dan sempurna.
Yang dituju oelh islam ialah agar agama hidup dalam kehidupan tiap-tiap orang hingga merasap dalam kehidupoan masyarakat, ketatanegaraan, pemerintahan dan perundang-undanagan. Tapi adalah ajaran islam juga, bahwa dalam soal-soal keduniawian, orangdiberi kemerdekaan mengemukakan pendirian dan suaranya dalam musyawarah bersama, seperti dalam firman Allah SWT. “dan hendaklahurusan mereka diputuskan dengan musyawarah”.
Natsir memang mencoba menjawab kesulitan-kesulitan yang dihadapi masyrakat Islam, dengan dasar pemikiran, bahwa ajaran Islam sangat dinamis untuk diterapkan pada setiap waktu dan jaman. Dari sudut ini, ia jauh melampou pemikiran maududi atupun Ibu khaldun yang melihat sistem pemerintahan Nabi Muhammad SAW dan Khalifah yang empat, sebagai satu-satunya alternatif sistem pemerintahan negara Islam.
Kedinamisan pemikiran-pemikirannya itu dituangkan dalam beberapa periode. Setidaknya ada tiga periode pemikiran yang menjadi pokok utama pemikiran Natsir. Yaitu periode 1930-1940, periode pasca kemerdekaan, dam periode konstituante.
Berbicara tentang negara, Natsir berpendapat bahwa negara adalah suatu “institution” yang mempunyai Hak, tugas dan tujuan yang husus. Institution adalah suatu badan, organisasi yang mempunyai tujuan khusus dan dilengkap oleh ala-alat material dan peraturan-peraturan tersendiri serta diakui oleh umum.
Negara harus memiliki akar yanglangsung tertanam dalam masyarakat. Karena itu, dasarpun harus sesuatu paham yang hidup, yang dijalankan sehari-hari, yang terang dan dappat di mengerti dalam menyusun hidup sehari-hari rakyat perorangan maupun kolektif.
Maka didalam menyusun suatu UUD bagi negara, danuntuk mencapai hasil yangmemuaskan perlulah bertolak dari pokok piiran yang pasti, yakni UUD bagi negara Indonesia harusmenempatkan negara dalam hubunganyang se erat-eratnya dedngan masyarakat yang hidup di negeri ini. Tegasnya, UUD negara itu haruslah berurat dan berakar dalam khalbu, yankni berurat berakal dalam pikiran, alam perasaan dan alam kepercayaan serta palsapah hidup dari rakyat dalam negeri ini. Dasar negara yangtidak memenuhu syarat yang ketiga itu, tentulah menempatkan negara terombang-ambing, labil dan tidak duduk diatas sendi-sendi yang pokok.
Natsir di Mata Para Ahli
Menurut yusril Ihza Mahendara agama yang diterjemahkan Natsir cenderung penafsiran doktrin politik islam secara elastis dan fleksibel, karena doktrin memberikan pemahaman yang bersifat umum dan tidak secara terperinci maka Ijtihad harus digalakkan. Setiap zaman berbeda maka ijtihad ulama dahulu dapat diperbaharui sesuai tuntutan jaman, Natsir menyimpulkan bahwa Islam merupakan aliran pemikiran Theistic Democracy  yaitu demokrasi yang berlandaskan ketuhanan dimana keputusan mayoritas rakyat harus berdasarkan nilai-nilai ketuhanan.
Taufik Abdullah berpendapat bahwa sosok Natsir seorang idealis dalam arti bukan pemimpi, akan tetapi idealis dalam pengertian pilosopis, yakin dalam kesadaran iman dan tauhid. Karena itu ia mengatakan peneguhan iman, aqidah dan lainnya, penguatan inilah yang menjadi dasar masyarakat dalam kehidupan bernegara.
Menurut penggiat Masyumi Zainal Abidin Ahmad,  Natsir memandang keterlibatannya secara langsung dalam kekuasaan negara sebagai salah satu jalan untuk mewujudkan tujuan-tujuannya. Melalui cara demikian hukum-hukum Allah tidak hanya keluar dari mulut para alim ulama di mimbar mesjid, akan tetapi juga keluar dari pegawai pemerintahan dalam bentuk undang-undang.
Tarmizi Taher juga menyatakan bahwa Natsir merupakan sedikit di antara manusia indonesia yang multi dimensional dan begitu kompleks. Natsir adalah muslim yang mampu secara intelektual memiliki warisan pemikiran Islam, dia mampu mengamalkan nilai-nilai ke islamannya dan memadukan dengan wacana pemikiran timur an barat. Meskipun secara politis Natsir kalah dalam memperjuangkan Islam sebagai idiologi negara secara konstitusional, ia menerimanya dengan lapang dada dan sebaliknya dengan ikhlas menerima pancasila sebagai ideologi. Disini Natsir nampaknya sampai kesimpulan, tidak ada pertentangan antara islam dengan pancasila, sila-sila yang ada didalamnya selaras. Karena itu tidakperlu di pertentangkan lagi, kegigihan Natsir membela dan menjelaskan pancasila kepada masyarakat internasional di setiap kunjungan manca negaranya merupakan bukti nyatanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar